Ciri-Ciri dan Keunikan Pakaian Adat Provinsi Nusa Tenggara Timur

Pakaian Adat Provinsi Nusa Tenggara Timur

METIF Media Edukatif-Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki beberapa jenis pakaian adat dengan bahan dasar kain tenun khas NTT, beberapa jenis pakaian adat yang menjadi perwakilan icon daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur di dapat dari 3 latar belakang suku yang berbeda dan masing-masing suku memiliki perbedaan pada pakaian adat yang dimiliki, namun perbedaan tersebut justru menjadikan NTT lebih kaya akan ragam busana pakaian  adat nya.

Beberapa jenis pakaian adat dari Provinsi Nusa Tenggara Timur diambil dari
suku bangsa Amarasi Kabupaten Kupang, suku bangsa Sikka dari Flores, dan suku bangsa Sumba dari Sumba Timur.
Nah seperti apa penjelasan selengkapnya mari kita simak di bawah ini ;

1.     Pakaian Adat Suku Amarasi, Timor, NTT

Penduduk suku Amarasi berada di kabupaten Kupang, banyak sekali kebudayaan asing yang masuk ke wilayah ini, namun penduduk suku Amarasi tidak pernah mempengaruhi kearifan kebudayaan local yang berkembang secara turun temurun.

Kebudayaan dari leluhur suku Amarasi juga masih terpelihara, hal ini tampak pada beberapa kebudayaan seperti ritual-ritual upacara penghormatan kepada Usi Neo, dalam kepercayaan masyarakat suku Amarasi Usi Neo ini dikenal sebagai sebuah wujud tertinggi sang penguasa jagat raya, serta di percaya yang menciptakan jagat raya beserta isinya.

Seperti yang admin singgung di awal tadi, bahwa  pada dasarnya pakaain adat yang dipakai pada upacara-upacara adat suku Amarasi ini adalah di buat dari bahan dasar kain tenun yang di buat dengan teknik Futus atau Sotis dan untuk memper indah penampilannya maka kain tenun tersebut di padu dengan warna-warna lain diantaranya warna biru,merah bata, coklat, putih dan lain-lain, dan pengenaan pakaian adat tersebut juga di padu dengan beragam aksesoris perhiasan berupa pnutup kepala, hiasan telinga serta hiasan pinggang.

Secara umum pakaian adat bagi kaum pria suku Amarasi adalah sama dengan yang digunakan oleh suku-suku lain di NTT, yaitu terdiri atas Taimuti dan Po’uk, kendati demikian pada pakaian adat suku Amarasi terdapat ciri-ciri khusus yakni pakaian tersebut di dominasi menggunakan warna coklat serta pada bagian bet berwarna putih, dan pada bagian po'uk didesain bercorak garis-garis panjang yang dengan paduan warna putih, biru, jingga dan merah bata.

Untuk hiasan bagian kepala menggunakan Pilu bermotif batik, sedangkan di bagian leher menggunakan aksesoris berupa logam yang di ukir berbentuk lingkaran, aksesoris logam ini sering disebut dengan nama Iteke.

Selain perlengkapan diatas, kaum laki laki suku Amarasi juga melengkapi pakaian yang dipakai dengan menambahkan beberapa aksesoris berupa Kapisak atau Aluk yang terbuat dari anyaman dedaunan, atau dapat juga menggunakan kain berbentuk persegi empat geometris, aksesoris tersebut di tambahkan dengan tujuan agar pemakainya tampak lebih berwibawa, tampak jantan betul, serta melambangkan kesucian budi bagi yang mengenakannya.

Sedangkan untuk pakaian utama yang dikenakan oleh para wanita suku Amarasi adalah Tais serta Tarunat dengan corak garis-garis sempit warna jingga,biru tua serta kuning yang di padukan dengan beberapa warna lain seperti corak ikat putih dengan latar hitam maupun biru tua, dan pakaian tersebut dikenakan dari bagian dada hingga mata kaki.

Selain itu pada bagian lain di pasang dengan kain yang kedua berupa selendang tenun yang di pasang di bagian dada dan membentuk huruf V dan kedua ujungnya berada di belakang bahu.

Sedangkan bagian rambut disanggul, di beri hiasan tusuk konde serta Kili Noni, pada bagian dahi di beri aksesoris berupa logam bulat berbentuk bulan sabit atau biasa di sebut dengan nama Pato Eban.

Selanjutnya aksesoris hiasan untuk daun telinga berupa Falo Noni, selain itu juga mengenakan Noni Bena atau kalung berbentuk bulat terbuat dari logam, emas, perak atau emas sepuhan, sedangkan di bagian pergelangan tangan menggunakan Niti Keke dan yang selanjutnya menggunakan Futi Noni yang disematkan di bagian pinggang.
 
Seperti halnya daerah-daerah lain, corak –corak yang dibuat  juga memiliki simbol-simbol tertentu seperti pembeda status sosial dan lain-lain.

2.     Pakaian Adat Flores, Suku Sikka NTT

Kelompok masyarakat Suku Sikka bermukim di wilayah kabupaten Sikka di Pulau Flores, dengan kota besarnya Maumere, kebudayaan suku Sikka banyak dipengaruhi oleh beberapa budaya asing seperti India, Belanda, Arab, dan Portugis, smentara itu pakaian yang di kenakan dalam kehidupan sehari-hari sangat tampak sekali di pengaruhi oleh kebudayaan Portugis dan Belanda hal tersebut tercermin pada model busana barat yang akhir-akhir ini sering tampak dikenakan dalam kehidupan sehari-hari.

Pakaian adat yang di kenakan oleh kaum pria Suku Sikka terdiri dari beberapa bagian diantaranya baju penutup badan serta dilengkapi dengan aksesoris penutup kepala, penutup badan atau terdiri atas  Labu  berwarna putih dengan lengan panjang dan desain nya bergaya eropa.

Kemudian juga dilengkapi dengan aksesoris Lensu Sembar yang penggunaanya  diselempangkan di bagian dada,dan Lensu Sembar ini memiliki motif flora dan fauna yang di buat dengan teknik lungsi.

Sedangkan bagian pinggang menggunakan kain sarung berwarna agak gelap dengan motif garis melintang, sarung ini biasa disebut dengan istilah Utan atau Utan Werung, yaitu sejenis sarung berwarna gelap, bergaris biru melintang, Lipa atau kain sarung ini kendatipun menggunakan warna-warna yang dominan gelap namun pada bagian raginya di poles dengan warna-warna yang cerah seperti putih, merah atau kuning.

Di bagian kepala diberi Desatar sebagai aksesoris penutup kepala kaum pria suku Sikka NTT, Desatar ini terbuat dari bahan kain batik soga dan di kenakan dengan pola ikat tertentu sehingga pada bagian ujung ujung destar jatuh ke bagian menempel pada bagian sisi wajah dekat dengan telinga si pemakainya.

Selanjutnya adalah pakaian yang di kenakan oleh kamu wanita yaitu di sebut dengan nama Labuliman Berun terbuat dari kain sutra dengan kualitas tinggi, pakaian ini memiliki desain kerah atau bagian leher yang sedikit terbuka hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam pemakaiannya, mirip dengan baju NTT lain di mana pada bagian depan juga dilengkapi dengan selendang tenun yang diselempangkan di bagian depan atau dada, selendang tersebut sering disebut dengan nama Dong.

Selain pakaian di atas, kaum wanita juga mengenakan pakaian lain berupa Utan lewak  yang juga didesain dengan motif-motif flora dan fauna, Utan lewak terdiri dari tiga lembar kain dengan warna dasar gelap yang dipadu dengan beberapa warna seperti putih, kuning, coklat, biru tua atau merah yang dipasang melintang, dan cara memakai Utan Lewak ini dengan cara menyampirkan sebagian kain di bagian depan bahu, sedangkan tangan kanan berposisi seolah-olah menggepit bagian kain yang berada di depannya.

Warna-warna yang dipilih tersebut juga mewakili suasana hati, adapun makna-makna magis seperti ; Warna hitam berarti duka, coklat dan merah melambangkan keanggunan serta status sosial yang tinggi.




Di bagian kepala dihias dengan sanggul atau tusuk konde yang terbuat dari logam berwarna keemasan, sedangkan di bagian tangannya di lengkapi dengan aksesoris berupa kalar  yang dibuat dari bahan gading serta perak, sedangkan penggunaan kalung gading ini disesuaikan dengan suasana pada upacara-upacara adat yang sedang digelar, serta memiliki jumlah yang genap misalnya kalar gading dua buah dan kalar perak juga dua buah dan seluruh kalar berjumlah empat.

3.     Pakaian Adat  Suku Sumba Timur, NTT

Masyarakat suku Sumba bermukim di dua kabupaten yaitu Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Timur.

Di wilayah ini kita masih dapat menjumpai sebuah kepercayaan khas yang masih banyak di yakini oleh masyarakat suku Sumba asli, yaitu kepercayaan Marapu setengah leluhur setengah dewa, selain itu Marapu juga menjadi salah satu falsafah dasar yang di jadikan sebagai ungkapan ragam kebudayaan suku Sumba, hal itu mulai dari upacara-upacara adat, atau tempat-tempat  ibadah , rumah adat serta senjata khas daerah.

Di wilayah sumba timur, masih berlaku sistem strata antara kaum Maramba (bangsawan) dengan kaum Kabisu (pemuka agama) dan juga rakyat jelata (ata) namun yang berlaku kini tidaklah sekuat jaman dahulu, dan perbedaan strata juga tidak tampak nyata pada tatarias serta pakaian adatnya.

Adapun pakaian adat suku Sumba terdiri dari susunan lembar-lembar berukuran besar untuk kaum laki-laki bernama kain hinggi sedang untuk kaum perempuan dinamakan kain Lau , kain-kain tersebut mengungkapkan beberapa lambang dalam kategori status sosial, ekonomi serta religius suku Sumba Nusa Tenggara Timur, kain hinggi dan lau dibuat dengan teknik tenun ikat dan pahikung serta aplikasi muti dan hada.

Pada umumnya pakaian adat suku Sumba ini penggunaannya di sesuaikan dengan tingkat kepentingan atau keadaan di sekitar lingkungan, dan tidak serta merta dijadikan sebagai simbol status sosialnya.

Adapun pakaian yang dikenakan oleh kaum pria terdiri dari beberapa bagian, diantaranya adalah tiara patang atau penutup kepala yang di lilitkan sedemikian rupa hingga mengeluarkan kain seperti jambul, dan jambul tersebut biasa di posisikan di bagian depan, samping kiri maupun samping kanan sesuai dengan maksud dan tujuan sang pemakainya.

Adapun jambul penutup kepala mengarah ke bagian depan memiliki makna kemandirian serta kebijaksanaan.

Kemudian penutup bagian badan yang terdiri dari dua lembar hinggi, yaitu hinggi kombu yang di pakai di bagian pinggul yang pemakaiannya diperkuat dengan sebuah ikat pinggang dari bahan kulit, yang selanjutnya adalah  hinggi kowaru yang di gunakan sebagai pelengkap, serta ditambahkan dengan beberapa perlengkapan lain seperti senjata tradisional dan lain-lain.

Hinggi dan tiara dibuat dari bahan tenun dengan teknik ikat dan pahikung, sedangkan yang dibuat dengan teknik pahikung yang disebut juga dengan nama tiara pahudu. Hiasan yang turut menghiasi tiara dan hinggi biasanya berkaitan dengan lingkungan makhluk hidup di sekitarnya, dan warna-warna hinggi yang dipakai juga mencerminkan nilai-nilai estetis serta status sosila.

Adapun Hinggi yang memiliki kualitas terbaik adalah hinggi jenis kombu serta hinggi kowaru, hinggi panda paingu dan terakhir adalah hinggi raukadana.

Adapun ciri-ciri pakaian adat suku sumba yang di kenakan oleh kaum pria dilengkapi dengan sebilah senjata tradisional yang di sebut kabiala dan kabiala ini disematkan disebelah kiri ikat pinggang.

Sedangkan pada pergelangan tangan sebelah kiri dipasang kanatar serta mutisalak, kabiala yang di pakai melambangkan kejantanan bagi sang pemakainya, sementara itu mutisalak menyatakan kesejahteraan tingkat sosial, secara umum hiasan dan penunjang pakaian khas suku sumba nusa tenggara timur ini merupakan sebuah simbol kearifan budaya local.

Selain jenis pakaian yang telah admin bahas di bagian atas, masih ada lagi jenis pakaian adat yang biasa di kenakan oleh wanita sumba timur saat menghadiri acara-acara adat, adapun pakaian tersebut adalah Lau kowaru, Lau mutikau , Lau pahudu kiku dan Lau pahudu, dan kain kain itu di kenakan dengan sarung setinggi hingga bagian dada (lau pahudu kiku) dan bagian bahu tertutup toba huku yang warnanya di selaraskan dengan kain sarungnya.

Sementara itu aksesoris penutup kepala bagi wanita suku Sumba Timur adalah Tiara dengan corak polos tanpa motif, serta di lengkapi dengan hiduhai dan hai kara.

Dan pada bagian dahi disematkan maraga yang merupakan perhiasan yang terbuat dari bahan logam atau pun logam yang disepuh dengan emas.

Dan sebagai aksesoris di bagian telinga di sematkan mamuli, perhiasan berupa anting-anting keemasan. Sedangkan aksesoris di bagian leher berupa kalung-kalung dengan warna keemasan yang menjurai panjang sampai ke bagian dada pemakainya.


Demikian lah, artikel tentang beberapa pakaian adat yang berasal dari beberapa suku yang ada di Nusa Tenggara Timur, semoga bermanfaat bagi kita semu, dan salam METIF Media Edukatif.
AdSense

0 Response to "Ciri-Ciri dan Keunikan Pakaian Adat Provinsi Nusa Tenggara Timur"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel