Mengenal Lebih Dekat Seni Tarik Suara Islam Nusantara yang berasal dari desa Cigawir

Kesenian Cigawiran

Cigawiran adalah seni tarik suara Islam Nusantara yang berasal dari desa Cigawir, Garut, Jawa Barat (Sunda). Tembang Cigawiran berbeda dengan tembangtembang khas Sunda lainnya, seperti Cianjuran dan Ciawian, karena selain memiliki cengkok dan karakter yang khas, Cigawiran juga sangat kental dengan nuansa Islaminya. Cigawiran bisa dikatakan salah satu produk seni-budaya hasil akulturasi antara agama Islam dengan budaya lokal. Cigawiran menjadi jenis seni tembang dan budaya Islam Sunda yang unik karena berasal dan lahir dari rahim pesantren yang notabena adalah basis utama perkembangan dakwah agama Islam di Nusantara.


Dalam sejarahnya, tembang Cigawiran dikembangkan oleh Raden Hadji Djalari pada tahun 1823 M. Beliau adalah salah seorang ulama dari desa Cigawir, Garut, yang jugamengasuh sebuah pesantren di sana. Raden Hadji Djalari bukan hanya piawai dalam ilmuilmu agama Islam, tetapi juga mahir dalam kesenian Sunda, utamanya kesenian tembang. Ia pun mulai menggunakan seni tembang Sunda sebagai sarana berdakwah, agar pesanpesan luhur ajaran agama Islam mudah diterima semua kalangan masyarakat Sunda. Pesanpesan luhur ajaran agama Islam dituangkan dalam bentuk “guguritan” (puisi Sunda, atau pupuh dalam tradisi Jawa) yang beraturan dan sarat akan keluhuran nlai-nilai sastrawi. Syair-syair itu kemudian dilantunkan dengan suara yang indah dan nada yang khas. Maka terciptalah tembang langgam Cigawiran yang. masyhur itu Selain menyampaikan pesan-pesan luhur ajaran agama Islam,



Cigawiran juga menyampaikan nilai-nilai budaya dan tata karama Sunda yang khas, petuah-petuah yang berkaitan dengan aspek-aspek kebenaran dalam kehidupan, termasuk di dalamnya tentang keindahan alam Sunda yang tiada banding. Pada perkembangannya, tradisi Cigawiran kemudian diteruskan, dilestarikan, dan dikembangkan oleh panerus H. Djalari dari generasi ke generasi, mulai dari Raden Hadji Abdullah Usman, Raden Muhammad Isa, hingga pada generasi kontemporer yang diampu oleh Raden Agus Gaos, Raden Muhammad Amin dan Raden Iyet Dimyati. Salah satu contoh dari syair tembang Cigawiran adalah syair tembang “Bubuka Lagu Ela-Ela” (Sinom); 


Bismillah wiwitan kedah
Muji ka Gusti Hyang Widi
Salawat sinareng salam
Mugi tetep ka kanjeng Nabi
Miwah ka sakumna jalmi
Anu turut sarta tumut
Kana pilacak anjeuna
Kukuh pengkuh teu (tur?) gumingsir
Deungdeung mayeuh
Dugi ka poe kiamat
Cigawir ma’na nu asan (?)
Cai nu ngalir na gawir
Dugi ka yaumal jaza 
Mugi ulah saat deui
Urang sungsi tur pilari
Pibekeleun geusan hirup
Aya naon di jerona
Sihoreng ujudna seni
Nu dicandak
Ku para alim ulama

      Tembang Sunda Cigawiran biasanya dilantunkan oleh penembang lelaki atau perempuan secara perorangan. Cigawiran dilantunkan dalam majlis pengajian, acaraacara keagamaan, atau bahkan perayaan upacara tradisional dan hajatan. Termasuk yang membedakan Cigawiran dengan tembang Sunda lainnya, adalah Cigawiran dapat dinyanyikan secara berjamaah, yang biasanya dilakukan pada acara-acara pengajian. Hingga saat ini, wilayah perkembangan Cigawiran masih berada di sekitaran pesantren di Cigawir, dan belum meluas ke luar wilayah tersebut. Pesantren-pesantren di Cigawir lah yang menjadi media yang mewadahi, menjaga, melestarikan, dan mengembangkan tradisi seni khas Islam Sunda-Nusantara ini.
AdSense

0 Response to "Mengenal Lebih Dekat Seni Tarik Suara Islam Nusantara yang berasal dari desa Cigawir"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel