Sejarah dan Bukti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Media Edukatif - Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kemaharajaan maritim yang kuat yang pernah ada di pulau Sumatera dan pastinya banyak memberi pengaruh di Nusantara dimana kekuasaan nya membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Sulawesi. Di Dalam bahasa Sansekerta, Sri memiliki arti “bercahaya” sedangkan wijaya memiliki arti “kemenangan”.

Dahulu kala ada seorang pendeta berasal dari Tiongkok, bernama I-Tsing, dan dalam agendanya ia menulis bahwa ia  pernah mengunjungi Sriwijaya pada tahun 671 dan tinggal disana  selama 6 bulan, hal tersebut telah membuktikan bahwa awal keberadaan kerajaan ini telah ada sejak abad ke-7.

Penemuan Prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682. Melemahnya pengaruh Sriwijaya terhadap daerah  yang ada di bawahannya mulai berkurang , hal ini disebabkan oleh beberapa peperangan yang diantaranya serangan dari raja Dharmawangsa dari Jawa pada tahun 990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Cholamandala , dan berikutnya pada tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya berada dibawah kendali kerajaan Dharmasraya.

Kerajaan Sriwijaya Adalah simbol kebesaran pulau Sumatera awal, dan kerajaan besar Nusantara selain dari Majapahit yang ada di pulau Jawa Timur.

Pada abad ke-20, kedua kerajaan itu dijadikan sebagai referensi bagi kaum nasionalis guna menunjukkan bahwa Indonesia adalah satu kesatuan negara sebelelum datangnya kolonialisme Belanda. pada kisaran tahun 1993, Pierre-Yves Manguin melakukan observasi serta berpendapat bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya terletak di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dengan Sabokingking ( yang sekarang berada di provinsi Sumatera Selatan ).

Akan Tetapi sebelu itu Soekmono beranggapan bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya terletak di kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak hingga Muara Tembesi (Provinsi Jambi sekarang), dengan catatan Malayu tidak berada di kawasan tersebut, dan apabila Malayu berada di kawasan tersebut, hal tersebut dari pendapat Moens, yang sebelumnya juga telah berpendapat bahwa lokasi pusat kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus (Provinsi Riau sekarang), dengan berbagai asumsi dan petunjuk arah perjalanan dalam catatan I-Tsing, serta di kaitkan juga dengan berita tentang pembangunan candi yang dipersembahkan oleh raja Sriwijaya Sri Cudamaniwarmadewa pada tahun 1003 kepada kaisar Cina (Candi Bungsu, merupakan salah satu bagian dari candi yang berada di Riau sekarang yakni Candi Muara Takus).

Yang jelas pada masa penaklukan oleh Rajendra Chola I dari kerajaan Cholamandala, dan juga berdasarkan prasasti Tanjore, Sriwijaya beribukota di Kadaram (Kedah sekarang).

Candi Muara Takus - Riau
Kekaisaran Sriwijaya telah ada sejak 671M silam, hal ini sesuai dengan catatan yang dirilis oleh I-Tsing, dari prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui bahwa imperium tersebut di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang Sri Jayanasa. pada abad ke-7, orang Tionghoa tercatat bahwa ada dua kerajaan yaitu kerajaan Malayu dan Kedah dan bersatu menjadi kemaharajaan Sriwijaya.

Prasasti Kedukan Bukit
Adapun Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, Prasasti Kedukan Bukit didapatkan di tepi Sungai Tatang yang mengalir ke arah Sungai Musi.

Prasasti ini berbentuk batu berukuran kecil yaitu 45 cm x 80 cm, bertuliskan aksara Pallawa, dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti tersebut kini berada di Museum Nasional Indonesia dengan nomor D.146. Teks Prasasti Alih Aksara Prasasti Kedukan Bukit.




Terjemahan Bahasa.

1. Selamat ! Tahun Saka telah lewat 604, pada hari ke sebelas

2. paro-terang bulan Waisakha Dapunta Hiyang naik di 

3. Sampan mengambil siddhayatra. di hari ke tujuh paro-terang 

4. bulan Jyestha Dapunta Hiyang berlepas dari Minanga 

5. tambahan membawa bala tentara dua laksa dengan perbekalan

6. dua ratus cara (peti) di sampan dengan berjalan seribu 

7. tiga ratus dua belas banyaknya datang di mata jap (Mukha Upang) 

8. Sukacita. di hari ke lima paro-terang bulan....(Asada) 

9. lega gembira datang membuat wanua....

10. Sriwijaya jaya, siddhayatra sempurna....

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Prasasti Kota Kapur yang ada sejak tahun 682 dan ditemukan di pulau Bangka, pada akhir abad ke-7 kemaharajaan Sriwijaya ini telah menguasai bagian selatan Pulau Sumatera pulau Bangka, Belitung sampai Lampung.

Prasasti tersebut juga menjelaskan bahwa Sri Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum Bhumi Jawa yang enggan berbakti kepada Sriwijaya, peristiwa tersebut seiring dengan runtuhnya Tarumanegara di Jawa Barat serta Ho-ling (Kalingga) di Jawa Tengah yang besar kemungkinan diakibatkan oleh serangan Sriwijaya, Selanjutnya Sriwijaya semakin berkembang dan berhasil mengambil kendali jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut China Selatan, Laut Jawa hingga ke Selat Karimata.

Prasasti Kota Kapur
Prasasti Kota Kapur adalah salah satu temuan arkeologi prasasti Sriwijaya yang mana Prasasti Kota Kapur ini ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka.

Prasasti tersebut diberi nama sesuai dengan tempat penemuannya yakni di sebuah dusun kecil yang bernama "Kota kapur".

Tulisan pada prasasti tersebut  menggunakan aksara Pallawa dan bahasanya adalah Melayu Kuna, dan salah satu dokumen tertulis tertua yang menggunakan bahasa bahasa Melayu. Prasasti tersebut ditemukan oleh J.K. dan Prasasti ini tergolong prasasti  der Meulen pada bulan Desember 1892.

Prasasti Kota Kapur pertama kali dianalisis oleh seorang epigrafi bernama  H. Kern, beliau adalah ahli epigrafi berdarah Belanda yang bekerja pada Bataviaasch Genootschap di Batavia. Pada awalnya ia beranggapan bahwa "Sriwijaya" adalah nama seorang raja.

George Coedes lah yang kemudian berjasa menjelaskan  bahwa Sriwijaya adalah sebuah kerajaan besar di Pulau  Sumatra dan berdiri pada abad ke-7 Masehi,  kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai sebuah kerajaan yang kuat dan pernah menguasai bagian barat Nusantara, misalnya Semenanjung Malaysia, hingga Thailand bagian selatan.

berikut ini adalah isi secara lengkap dari Prasasti Kota Kapur, seperti yang ditranskripsikan dan ditejemahkan oleh Coedes:

Terjemahan

1. Keberhasilan ! “(disertai mantra persumpahan yang tidak dipahami artinya)

2. Wahai sekalian dewata yang berkuasa, yang sedang berkumpul dan melindungi Kadatuan Sriwijaya ini: kamu sekalian dewa-dewa yang mengawali permulaan segala sumpah !

3. Bilamana di pedalaman semua daerah yang berada di bawah Kadatuan ini akan ada orang yang memberontak yang bersekongkol dengan para pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, yang mendengarkan kata pemberontak,

4. yang mengenal pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, yang tidak takluk, yang tidak setia pada saya dan pada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu: biar orang-orang yang menjadi pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati kena kutuk biar sebuah ekspedisi untuk melawannya seketika di bawah pimpinan datu atau beberapa datu Sriwijaya, dan biar mereka

5. dihukum bersama marga dan keluarganya. Lagipula biar semua perbuatannya yang jahat, seperti meng- ganggu :ketenteraman jiwa orang, membuat orang sakit, membuat orang gila, menggunakan mantra, racun, memakai racun upas dan tuba, ganja, 

6. saramwat, pekasih, memaksakan kehendaknya pada orang lain dan sebagainya, semoga perbuatan-perbuatan itu tidak berhasil dan menghantam mereka yang bersalah melakukan perbuatan jahat itu biar pula mereka mati kena kutuk. Tambahan pula biar mereka yang menghasut orang 

7. supaya merusak, yang merusak batu yang diletakkan di tempat ini, mati juga kena kutuk: dan dihukum langsung. Biar para pembunuh, pemberontak, mereka yang tak berbakti, yang tak setia pada saya, biar pelaku perbuatan tersebut 

8. mati kena kutuk. Akan tetapi jika orang takluk setia kepada saya dan kepada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu, maka moga-moga usaha mereka diberkahi, juga marga dan keluarganya 


9. dengan keberhasilan, kesentosaan, kesehatan, kebebasan dari bencana, kelimpahan segalanya untuk semua negeri mereka ! Tahun Saka 608, hari pertama paruh terang bulan Waisakha (28 Februari 686 Masehi), pada saat itulah 

10. kutukan ini diucapkan: pemahatannya berlangsung ketika bala tentara Sriwijaya baru berangkat untuk menyerang bhami jawa yang tidak takluk kepada Sriwijaya.

Tulisan pada Prasasti tersebut dipahatkan pada sebuah batu yang berbentuk tugu bersegi-segi dengan ukuran ketinggian 177 cm, lebar 32 cm pada bagian dasar, dan 19 cm di bagian puncak.

Dimasa kepemerintahan raja Samaratungga tahun 792 sampai 835 masehi, penguasaan Sriwijaya di tanah Jawa semakin diperkuat. dimasa inilah candi Borobudur yang merupakan warisan budaya dunia itu mulai dibangun. Kerajaan Sriwijaya memang kerajaan Budha yang menjadi pusat pengajaran Budha Vajrayana. Banyak peziarah dan sarjana dari berbagai Negara Asia berdatangan ke Sriwijaya, salah satunya adalah pendeta I-Tsing dari Tiongkok yang pernah menulis bahwa Sriwijaya merupakan rumah bagi sarjana Budha.

Candi Borobudur
Dimasa itu terdapat sekitar 1000 orang pendeta belajar agama Budha pada seorang pendeta Sriwijaya yang terkenal, beliau bernama Sakyakirti.

Kerajaan Pala di Benggala memiliki hubungan yang dekat dengan Sriwijaya. Dimasa pemerintahan Balaputradewa tahun 856 sampai 861 masehi, Selanjutnya kerajaan “Sriwijaya mendedikasikan sebuah biara Budha kepada Universitas Nalanda.

Seperti diketahui, Sriwijaya merupakan kerajaan maritim, dimana kerajaan tersebut sangat mengandalkan hegemoni pada kekuatan armada laut guna menguasai jalur pelayaran, perdaganan dan juga penguasaan berbagai kawasan strategis sebagai pangkalan armada laut guna mengawasi serta melindungi kapal dagang.


Kerajaan Sriwijaya telah menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan yang ada di luar Indonesia, terutamasekali dengan kerajaan-kerajaan yang ada di India, misalnya Kerajaan Pala (Nalanda) di Benggala serta Kerajaan Cholamandala di pantai timur India Selatan.

ekitar abad ke-8 M sampai abad ke-11 M wilayah Benggala dipimpin oleh raja-raja dari Dinasti Pala. salah Seorang rajanya yang paling masyur adalah bernama Raja Dewa Paladewa (abad ke-9 M).

Hubungan Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan Pala terjalin sangat baik, terkhusus dalam bidang kebudayaan dan agama. Kedua kerajaan tersebut menganut agama Buddha.

Hubungan baik ini terbukti dengan adanya Prasasti Nalanda (860 M). Di samping pembebasan lima desa dari pajak, prasasti tersebut juga menjelaskan bahwa Raja Balaputra Dewa terusir dari Kerajaan Syailendra dikrenakan kalah perang melawan kakaknya Pramo dhawardani dan kemudian beliau diangkat menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya.

Dengan demikian, hubungan dekat dengan Kerajaan Pala semata-mata untuk mendapat kan dukungan dalam memperkuat kedudukannya menjadi raja di Kerajaan  Sriwijaya.

Prasasti Nalanda
Pada awalnya hubungan antara Sriwijaya dengan kerajaan Cholamandala berjalan amat baik. Raja Sriwijaya yang bernama Sanggrama Wijayattunggawarman mendirikan satu biara (1006 M) di Kerajaan Chola sebagai tempat tinggal bagi para bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya.

Pada akhirnya persahabatan dikedua kerajaan tersebut berubah menjadi permusuhan diakibatkan adanya persaingan di bidang pelayaran dan perdagangan. Raja Rajendra Chola yang berkuasa di Kerajaan Cholamandala akhirnya melakukan dua kali serangan ke Kerajaan Sriwijaya.

Serangan pertama digelar pada tahun 1007 M dan berbuah kegagalan. Namun, serangan kedua yaitu pada tahun (1023/1024 M) membuahkan hasil dalam merebut kota dan bandar-bandar penting Kerajaan Sriwijaya/ bahkan Raja Sanggrama Wijayattunggawarman berhasil ditawan.

Walau demikian serangan tersebut tidaklah  mengakibatkan terjadinya penjajahan, sebab tujuannya hanya membinasakan armada Kerajaan Sriwijaya. apabila jantung kekuatan Kerajaan Sriwijaya berhasil taklukan, maka jaringan pelayaran perdagangan di wilayah Asia Tenggara sampai India akan dengan mudah dikuasai oleh Kerajaan Chola.

Kendatipun serangan Kerajaan Chola tidak berakibat mematikan bagi Kerajaan Sriwijaya, namun untuk sementara waktu “Sriwijaya mengalami kelumpuhan. dan hal tersebut merupakan peluang baik bagi Kerajaan Airlangga di Jawa Timur yang dengan cekat langsung menyusun kekuatan angkatan perangnya, baik itu kekuatan darat maupun di laut. dan dalam waktu singkat keruntuhan Kerajaan Dharmawangsa dapat ditegakkan kembali, sehingga jika nanti kekuatan Kerajaan Sriwijaya telah pulih kembali, maka di Jawa Timur telah berdiri negara besar dan kuat, sebagai pesaingnya.

Akhir pada abad ke-13 M, Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami keterpurukan. hal itu disebabkan karena faktor politik dan ekonomi. Faktor Politik nya adalah bahwa posisi Kedudukan Kerajaan Sriwijaya makin terdesak, karena munculnya kerajaan- kerajaan besar yang juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, kerajaan itu diantaranya  adalah Kerajaan Siam di sebelah utara.

Kerajaan Siam memperluas kekuasaannya ke arah selatan dengan menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaka termasuk Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam pangkuan Kerajaan Siam berakibat kegiatan pelayaran perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin sedikit.

Dari arah timur, Kerajaan Sriwijaya mulai terdesak oleh perkembangan Kerajaan Singosari, yang kala itu diperintah oleh Raja Kertanegara. Kerajaan Singasari yang bercita-cita menguasai seluruh wilayah Nusantara berangsur mulai mengirimkan ekspedisi ke arah barat yang dikenal dengan istilah Ekspedisi Pamalayu, Ekspedisi itu dipimpin oleh Adityawarman.

Dalam ekspedisi tersebut, Kerajaan Singosari mengadakan penundukan terhadap Kerajaan Melayu, Pahang, dan Kalimantan, shal tersebut berakibat semakin terdesaknya Kerajaan Sriwijaya.

Disamping itu Faktor Ekonomi Para pedagang yang melakukan aktivitas perdagangan di wilayah Kerajaan Sriwijaya makin menurun, sebab daerah-daerah strategis yang dahulu pernah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya sudah jatuh ke  d dalam kekuasaan raja-raja sekitarnya. dan akibatnya, para pedagang yang melakukan penyeberangan ke Tanah Genting Kra atau yang melakukan kegiatan ke daerah Melayu (sudah dikuasai Kerajaan Singosari) dan tidak lagi melewati wilayah kekuasaan Sriwijaya.

Keadaan demikian tentunya sangat mengurangi sumber pendapatan bagi kerajaan Sriwijaya.


Dengan berbagai alasan dan faktor politik serta ekonomi, maka sejak akhir abad ke-13 M Kerajaan Sriwijaya berubah menjadi kerajaan kecil dan wilayahnya cukup terbatas pada daerah Palembang.

Kerajaan Sriwijaya yang kecil dan lemah pada akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit pada tahun 1377 M.

Nah demikianlah tadi penjelasan tentang kerajaan Sriwijaya pada kesempatan kali ini, semoga bermanfaat sekian dan salam Media Edukatif.
AdSense

0 Response to "Sejarah dan Bukti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel